SPONSOR

Sunday 30 October 2016

PERBEDAAN PEMIMPIN DAN MANAJEMEN


Bagi banyak orang, kata manajemen mengesankan kata-kata, seperti efisiensi, perencanaan, pekerjaan tertulis, prosedur, regulasi, kontrol, dan konsistensi. Kemudian kepemimpinan seringkali diasosiasikan dengan kata-kata, seperti pengambilan risiko, dinamis, kreativitas, perubahan, dan visi. Namun, beberapa orang mengatakan bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah pemilihan nilai. Dengan demikian, kepemimpinan dapat diartikan sebagai aktivitas yang berkaitan dengan nilai, sedangkan manajemen tidak demikian. Para pemimpin dituntut untuk melakukan hal-hal yang tepat, sebaliknya para manajer dituntut untuk melakukan hal-hal secara tepat (Hughes, Robert, &Gordon, 2012).
Berikut ini terdapat beberapa perbedaan antara manajer dengan pemimpin, antara lain sebagai berikut (Hughes, Robert, &Gordon, 2012) :
MANAJER
PEMIMPIN
          Manajer melaksanakan
          Pemimpin berinovasi
          Manajer memelihara
          Pemimpin mengembangkan
          Manajer mengontrol
          Pemimpin menginspirasi
          Manajer berpikir jangka pendek
          Pemimpin berpikir jangka panjang
          Manajer bertanya bagaimana dan kapan
          Pemimpin bertanya apa dan mengapa
          Manajer meniru
         Pemimpin menciptakan sesuatu yang original
          Manajer menerima status quo
          Pemimpin menolak status quo

            Namun, kepemimpinan dan manajemen dapat saling melengkapi satu sama lain dan keduanya merupakan hal yang vital bagi keberhasilan sebuah organisasi. Kemudian kepemimpinan dan menajemen adalah dua fungsi yang saling tumpang tindih. Meskipun terdapat beberapa fungsi khusus yang dilaksanakan oleh pemimpin dan manajer (Hughes, Robert, &Gordon, 2012).

Sumber Bacaan :

Hughes, Richard L., Robert C. Ginnett, & Gordon J. Curphy. (2012). Leadership : Enhancing the Lessons of Experience, 7th Ed. Terj : Putri Iva Izzati. _____ : McGraw Hill 

Tuesday 11 October 2016

IDENTITAS DIRI



Definisi Identitas Diri
Erickson (1974) berpendapat bahwa identitas diri adalah identitas yang menyangkut kualitas “eksistensi” dari subjek, yang berarti bahwa subjek memiliki suatu gaya pribadi yang khas. Oleh karena itu, identitas diri berarti mempertahankan ‘suatu gaya keindividualitasan diri sendiri’ (Rahma & Reza, 2013). Menurut Sunaryo (2004) identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh (Wahyuni & Marettih, 2012). Sedangkan Menurut Erickson (1950, 1968) identitas diri  adalah pencapaian pribadi utama di usia remaja dan sebagai langkah penting menuju sosok dewasa yang produktif dan berguna. (Berk, 2012).
Berdasarkan definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah identitas yang menyangkut kualitas eksistensi individu yang bersumber dari pengamatan dan penilaian akan diri individu sehingga membentuk konsep diri yang menjadi satu kesatuan serta sebagai langkah menuju dewasa yang produktif dan berguna bagi lingkungan sosial.

Aspek-Aspek Identitas Diri
Identitas diri merupakan gambaran diri yang tersusun dari berbagai aspek, antara lain sebagai berikut (Berk, 2012):
·         Jejak karir dan pekerjaan yang ingin dirintis seseorang (identitas pekerjaan/karir)
·         Apakah seseorang itu konservatif, liberal, atau berada diantara keduanya (identitas politik)
·         Keyakinan spiritual seseorang (identitas spiritual)
·         Status seseorang apakah lajang, menikah, bercerai, dan seterusnya (identitas relasi)
·         Sejauh mana seseorang termotivasi untuk berprestasi dan intelektualitasnya (idenitas prestasi, intelektual)
·         Apakah seseorang itu heteroseksual,homoseksual atau bisesksual (identitas seksual)
·         Latar belakang Negara seseorang dan seberapa kuatkah orang itu beridentifikasi dengan budaya asalnya (identitas budaya atau etnik)
·         Hal-hal yang senang dilakukan seseorang seperti olahraga, hobi, music, dan sebagainya (minat)
·         Karakteristik kepribadian individual seperti introvert atau ekstrovert, bersemangat atau tenang, bersahabat atau kasar dan seterusnya (kepribadian)
·         Citra – tubuh individu tersebut (identitas fisik)

Dimensi Identitas Diri
        Menurut Erickson terdapat tujuh dimensi yang terdapat dalam identitas diri seseorang,
antara lain (Santrock, 2003):
1.      Genetik. Menurut Erickson perkembangan identitas adalah suatu hasil yang meliputi pengalaman individu pada lima tahap pertama dari perkembangan.
2.      Adaptif. Perkembangan identitas remaja dapat dilihat sebagai suatu hasil atau prestasi yang adaptif. Identitas adalah penyesuaian remaja mengenai keterampilan-keterampilan khusus, kemampuan, dan kekuatan ke dalam masyarakat di mana mereka tinggal.
3.      Struktural. Kebingungan identitas yang terjadi merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif, dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku di masa kini dengan tujuan di masa depan. Kemunduran tersebut menunjukkan adanya defisit secara struktural.
4.      Dinamis. Erickson yakin bahwa identitas terbentuk ketika manfaat dari identifikasi berakhir. Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa yang kemudian menarik mereka ke dalam bentuk identitas baru, yang sebaliknya menjadi tergantung dengan peran masyarakat bagi remaja.
5.      Subjektif. Menurut Erickson individu dapat merasakan suatu perasaa kohesif maupun tidak adanya kepastiaan dalam dirinya.
6.      Timbal balik psikososial. Perkembangan identitas merupakan representasi jiwa diri, hubungan dengan orang lain, komunitas, dan masyarakat.
7.      Status eksistensial. Remaja menurut Erickson sama seperti seorang filsuf eksistensialisme yang mencari arti dalam hidupnya serta arti hidup secara umum.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Identitas Diri
Menurut Purwadi (2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi identitas diri seseorang, faktor tersebut meliputi :
·         Tingkat identifikasi pada orang tua sejak masa kanak-kanak hingga mencapai masa remaja. Sebab orang tua adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak. Semua sikap dan perilaku orang tua menjadi sumber identifikasi bagi anak, dan selanjutnya menjadi bagian dari komponen pembentuk identitas dirinya.
·         Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua atau pihak yang mengasuh dan merawat individu tersebut. Penelitian Purwadi (2000) menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas diri remaja.
·         Keberadaan figure tokoh sukses yang dilihat remaja dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pembentukan identitas diri remaja. Remaja melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai yang dianggap baik ada pada figure tokoh tersebut, selanjutnya diinternalisasikan ke dalam dirinya untuk dijadikan bagian dari pembentuk identitas dirinya.
·         Harapan sosial tentang identitas seseorang. Harapan-harapan itu muncul dalam keluarga, sekolah, dan teman sebayanya. Setiap individu akan selalu menghadapi tuntunan itu. Individu yang bergaul dengan lingkungannya selalu berhadapan dengan nilai atau kriteria yang dipandang utama menurut ukuran masyarakat dimana individu tersebut berbeda. Kriteria tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan membuat individu berusaha untuk dapat memenuhinya . setiap individu ingin dipandang oleh orang-orang sekitar sebagai orang baik, dan memenuhi tuntutan masyarakat sekitarnya. Maka, kriteria tentang keutamaan (baik-buruk) tersebut akan memberikan arah pada remaja dalam membentuk identitas dirinya.
·         Tingkat keberhasilan seseorang dapat mengungkap berbagai alternatif identitas diri. Artinya, seberapa banyak seseorang itu mampu mengungkap dan menemukan pilihan komponen-komponen isi pembentuk identitas dirinya. Semakin banyak alternative pilihan dapat diungkap, baik melalui sumber-sumber bacaan, televise, maupun melalui pengamatan terhadap objek-objek di lingkungan sekitarnya; semakin lengkap pula komponen yang akan ikut membentuk identitas diri remaja tengah.
·         Kepribadian yang dicapai pada masa preadolescent, juga memberikan sumbangan yang sangat signifikan bagi proses pembentukan identitas diri remaja. Maksudnya, bagaimana keadaan kepribadian pada sebelum masa remaja, akan menjadi fondasi yang kuat untuk terbentuknya identitas diri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reese dkk (Dusek, 1977) bahwa tahap perkembangan satu dengan tahap perkembangan yang lain merupakan kelanjutan.

Sumber Bacaan :
Berk, Laura E. (2012). Development Through The Lifespan Dari Prenatal Sampai Masa Remaja, Transisi Menjelang Dewasa, Edisi Kelima. Terj : Daryatno. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Purwadi. (2004). “Proses Pembentukan Identitas Diri Remaja”. [Online]. Dalam Jurnal Humanitas : Indonesian Psychologycal Journal, Vol. 1, No. 1, Hlm. 43 – 52. Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=124060&val=5536 (Diakses pada Rabu, 24 Februari 2016 pukul 16.42 WIB)
Rahma, Fadilah Aulia. (2013). “Hubungan Antara Pembentukan Identitas Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pembelian Merchandise Pada Remaja”. [Online]. Dalam Jurnal Character, Vol. 1, No. 3, Hlm. 1 - 6 Diunduh dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwihndmbj5DLAhUCWo4KHYLyDhEQFgg4MAM&url=http%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Farticle%2F4733%2F17%2Farticle.pdf&usg=AFQjCNHAeBP2O-KOkTJjol3018dvjTiKrA&bvm=bv.114733917,d.c2E Pada Rabu, 24 Februari 2016 pukul 16.50 WIB
Santrock, John W. (2003). Perkembangan Remaja. Terj : Shinto B. Adelar & Sherly Saragih. Jakarta : Erlangga.
Wahyuni, Winda & Anggia K. E. Marettih. (2012). “Hubungan Citra Tubuh Dengan Identitas Diri Pada Remaja Dengan Disabilitas Fisik”. [Online]. Dalam Jurnal Psikologi, Vol. 8, No. 1, Hlm. 62 - 66. Diunduh dari http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/psikologi/article/view/184/172 (Diakses pada Rabu, 24 Februari 2016 pukul 16.53 WIB)

TEORI KEPEMIMPINAN



Terry (1972), mengemukakan bahwa terdapat beberapa teori kepemimpinan, antara lain sebagai berikut :
1.      Teori Otokratis
Teori otokratis didasarkan pada perintah-perintah pemaksaan dan tindakan yang arbiter dalam hubungan antara pemimpin dengan bawahannya. Pemimpin yang otokratis cenderung mencurahkan perhatian mereka terhadap pekerjaan dan melaksanakan pengawasan seketat mungkin supaya pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Selain itu, pemimpin otokratis akan menggunakan perintah-perintah  yang diperkuat dengan adanya sanksi atau hukuman. Bahkan pemimpin yang otokratis akan lebih mementingkan kedisiplinan kepada bawahannya (Uha, 2014).

2.      Teori Psikologis
Dalam teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi yang baik. Pada teori kepemimpinan ini, seorang pemimpin akan berusaha merangsang bawahannya supaya mereka dapat bekerja untuk mencapai sasaran organisasi maupun untuk memenuhi tujuan pribadi mereka masing-masing. Kemudian pemimpin ini lebih memerhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan, kepastian emosional, dan kesempatan untuk memerhatikan keinginan serta kebutuhannya (Uha, 2014)..

3.      Teori Sosiologis
Pada teori sosiologis, pemimpin akan berusaha menetapkan tujuan dengan mengikutsertakan para pengikutnya dalam menentukan keputusan akhir. Hal ini membuat para pengikutnya mengetahui mengenai hasil yang akan mereka peroleh, membangun kepercayaan, dan mengetahui perilaku yang diharapkan oleh seorang pemimpin terhadap para pengikutnya (Uha, 2014).

4.      Teori Suportif
Pemimpin beranggapan bahwa mereka harus membantu usaha-usaha yang dilakukan oleh para pengikutnya, sehingga para pengikutnya dapat memberikan hasil yang baik. Oleh karena itu, pemimpin yang suportif harus mampu menciptakan iklim kerja dan lingkungan kerja yang baik bagi para pengikutnya (Uha, 2014).

5.      Teori Laisser Faire
Berdasarkan teori Laisser Faire, seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para pengikutnya untuk menentukan aktivitas yang akan mereka lakukan. Namun pemimpin ini tidak ikut berpartisipasi dalam aktivitas yang dilakukan oleh para pengikutnya. Oleh karena itu, pemimpin Laisser Faire sering disebut sebagai pemimpin yang informal (Uha, 2014).

6.      Teori Sifat
Berikut ini adalah beberapa sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu :
a.       Inteligensi. Tingkat inteligensi yang dimiliki oleh seseorang dapat memberikan petunjuk mengenai keberhasilan seseorang menjadi pemimpin.
b.      Inisiatif. Insiatif terdiri dari dua bagian (1) kemampuan untuk bertindak seorang diri dan mengatur tindakan yang akan mereka lakukan, dan (2) kemampuan untuk “melihat” ke arah tindakan yang tidak “terlihat” oleh orang lain.
c.       Energy dan rangsangan. Seorang pemimpin sebaiknya memiliki energi secara mental maupun fisik dalam mencapai tujuan organisasi.
d.      Kedewasaan emosional. Seorang pemimpin harus dapat diandalkan untuk menepati janji-janji yang akan dilaksanakan dengan cara bersedia bekerja dalam waktu yang lama dan mampu menyebarluaskan sikap enthusiasme diantara pengikutnya.
e.       Persuasif. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan persuasi untuk membuat persetujuan kepada pihak yang akan mereka pimpin.
f.       Skill komunikatif. Pemimpin memiliki kemampuan dalam mengemukakan pendapat secara singkat kepada orang lain. Kemudian mereka akan mengambil kesimpulan dari hasil diskusi yang mereka lakukan. Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam berbicara dan membuat sebuah tulisan secara tegas serta jelas.
g.      Kepercayaan kepada diri sendiri. Seorang pemimpin adalah orang yang cukup matang dan tidak memiliki sifat-sifat antisosial dalam mengerjakan tugas mereka. Bahkan mereka menyakini bahwa seoranng pemimpin mampu menghadapi segala situasi yang akan mereka alami.
h.      Perseptif. Sifat ini berhubungan dengan kemampuan dalam memahami ciri-ciri dan perilaku orang lain, terutama bawahannya. Selain itu, perseptif yang dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup kemampuan untuk memproyeksikan diri sendiri secara mental dan emosioanl ke dalam posisi orang lain.
i.        Kreativitas. Sifat ini menuntut seorang pemimpin untuk memiliki orisinalitas dalam mencari cara-cara baru guna menyelesaikan suatu masalah yang sedang mereka hadapi.
j.        Partisipasi sosial. Seorang pemimpin seharusnya mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok dan memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan orang lain. Di sisi lain, seorang pemimpin harus mampu memahami orang lain serta mengerti kelemahan dan kelebihan mereka (Uha, 2014).

7.      Teori Situasi
Pada teori ini menjelaskan bahwa kepemimpinan terdiri dari tiga elemen, yakni : pemimpin, pengikut, dan situasi. Bahkan situasi dianggap sebagai elemen terpenting bagi seorang pemimpin. Menurut Fielder (1975), kita dapat menggunakan tiga dimensi untuk mengukur efektivitas seorang pemimpin, yang meliputi : (1) tingkat kepercayaan seorang bawahan terhadap pemimpin; (2) kemampuan seorang pemimpin dalam melakukan pekerjaan yang bersifat rutin; (3) tingkat kekuasaan yang bersifat inheren dengan posisi kepemimpinan (Uha, 2014).


Sumber Bacaan :
Uha, Ismail N. (2014). Manajemen Perubahan (Teori dan Aplikasi pada Organisasi Publik dan Bisnis). Bogor : Ghalia Indonesia