SPONSOR

Monday 29 August 2016

STRESS



Stress adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress lebih dikaitkan dengan kejiwaan daripada penyakit fisik. Akan tetapi pengaruh stress yang dialami seseorang dapat memunculkan penyakit fisik karena tubuh akan menjadi lemah, sehingga daya tahan tubuh seseorang akan berkurang (Ferawati & Amiyakun, 2015). Menurut Sarafino (1994), stress merupakan suatu kondisi yang dihasilkan ketika transaksi antara individu dengan lingkungan menyebabkan individu merasakan adanya ketidaksesuaian baik nyata maupun tidak antara tuntutan situasi dengan sumber-sumber dari sistem biologis, psikologis, dan sosial yang terdapat dalam diri individu. Sedangkan Schafer (2000) mengartikan stress sebagai gangguan dari pikiran dan tubuh dalam merespon tuntutan-tuntutan (Dewi, 2009).   
Menurut Potter dan Perry (2005), stress yang dialami oleh seseorang dapat mengakibatkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau coping terhadap masalah yang individu alami. Dalam sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Zuyina dan Siti (2008), menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antara peristiwa kehidupan yang menegangkan atau penuh stress dengan berbagai kelainan fisik dan psikiatrik (Ferawati & Amiyakun, 2015).
Dampak yang timbulkan apabila seseorang mengalami stress adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah serangan penyakit. Sistem kekebalan tubuh ini bekerja untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya diatur oleh otak. Oleh karena itu, sistem kekebalan tubuh seseorang sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikologis, seperti stress (Ferawati & Amiyakun, 2015).
Pada tingkat stress yang berat, seseorang memiliki kemungkinan untuk menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri, dan harga diri. Hal ini mengakibatkan seseorang lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa individu lakukan, jarang berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, dan cenderung lebih mudah emosi. Selain itu, respon negatif yang ditunjukkan oleh lingkungan kepada individu akan membuat stress yang dialami individu semakin bertambah. Hal ini dikarena persepsi yang dibayangkan oleh individu yang mengalami stress mengenai lingkungan benar, sehingga individu merasa dirinya kurang berharga dimata orang lain, kurang disukai, dan merasa bahwa dirinya kurang beruntung (Ferawati & Amiyakun, 2015).
Stress sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi. Studi kecil yang dilakukan pada tahun 2010 terhadap lima pasien hipertensi di Yogyakarta menunjukkan bahwa ada permasalahan yang menyertai tekanan darah tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustacchi (1990) yang menyebutkan bahwa stress merupakan hal-hal yang bersifat emosional, sosiokultural, dan okupasional yang berpengaruh terhadap hipertensi (Desinta & Ramdhan, 2013).
Pinel (2009) mengatakan bahwa stress terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai sesuatu yang mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Dalam pandangan respon dua-sistem yang dikemukakan oleh Pinel (2009), pada saat individu mengalami kronik stress, tubuh yang mengalami stress terus menerus akan mengalami kelelahan dalam memproduksi hormone adrenalin dan ephinephrine. Hal ini dapat memperburuk kondisi tubuh sehingga dapat menjadi fatigue dan penurunan sistem imunitas (Desinta & Ramdhan, 2013).
Robbins (2001) menyatakan bahwa stress dapat berpengaruh positif maupun negatif. Stress yang membangun disebut sebagai eustress dan stress yang menjadi ancaman disebut distress. Selain itu, Schafer (2000) membagi stress menjadi tigas jenis, yaitu : (1) Neustress, merupakan jenis stress yang netral dan tidak merugikan, (3) Distress, terjadi pada saat tuntutan terlalu besar atau terlalu kecil. simptom distress dapat berupa berkurangnya daya konsentrasi, tangan gemetar, sakit punggung, cemas, gugup, depresi, mudah marah, dan mempercepat cara bicara . Gejala-gejala stress yang biasanya timbul menurut Robbins (2001), dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.      Gejala fisiologis, stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolism, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung.
2.      Gejala psikologis, dalam hal ini stress dapat menyebabkan ketidakpuasan. Biasanya stress dapat muncul dalam keadaan psikologis lain, seperti ketegangan, kecemasa, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda.
3.      Gejala perilaku, gejala ini biasanya dikaitkan dengan perilaku yang mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan. Contoh lain misalnya perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya konsumsi alcohol dan rokok, bicara cepat, gelisah, serta gangguan tidur (Dewi, 2009).

 Sumber Bacaan :


Desinta, Sheni & Neila Ramdhan. (2013). “Terapi Tawa untuk Menurunkan Stres pada Penderita Hipertensi”. [Online]. Dalam Jurnal Psikologi, Vol. 40, No. 1, Hlm. 15-27. Diunduh dari http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/159/pdf_30  (Diakses pada Selasa, 8 Maret 2016 pukul 19.27 WIB)
Dewi, Mahargyantari P. (2009). “ Studi Metaanalisis : Musik untuk Menurunkan Stress”. [Online]. Dalam Jurnal Psikologi, Vol. 36, No. 2, Hlm 106-115. Diunduh dari http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/45 (Diakses pada Rabu, 9 Maret 2016 pukul 09.15 WIB)
Ferawati & Sti Amiyakun. (2015). “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan Kecemasan dan Tingkat Stress Mahasiswa Semester VII Ilmu Keperawatan dalam Menghadapi Skripsi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro”. [Online]. Dalam Jurnal Jumakia, Vol. 1, No. 1, Hlm 1-9. Diunduh dari http://www.stikesicsada.ac.id/jurnal/index.php/jmakia/article/view/1/1 (Diakses pada Selasa, 8 Maret 2016 pukul 19.07 WIB)

No comments:

Post a Comment