SPONSOR

Sunday 4 September 2016

EMPATI


Menurut Papalia, Old, & Felman (2008), empati merupakan kemampuan untuk memposisikan diri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pendapat ini sejalan dengan Hurlock (1999) yang menyatakan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Ioannidou & Konstantikaki (2008) menambahkan bahwa empati merupakan kemampuan untuk berbagi dan memahami pikiran dan emosi orang lain (Rahmawati, 2014).
Goleman (2007) mengatakan bahwa akar empati sudah ada sejak bayi dilahirkan. Tanda-tanda awal empati yang dapat terlihat pada masa tersebut terjadi pada suatu keadaan dimana seorang bayi akan menangis ketika mereka mendengar bayi lain menangis. Contoh lain, yaitu pada keadaan seorang anak yang berusia 1 tahun akan mengulum jarinya sendiri untuk mengetahui apakah ia juga terluka ketika melihat bayi lain terluka jarinya. Namun, kepekaan empati anak akan menghilang saat anak berusia 2,5 tahun ketika anak mulai menyadari bahwa kepedihan orang lain berbeda dengan kepedihan mereka sendiri dan mereka sudah pintar mencari penghiburan (Rahmawati, 2014).
Kemudian Papalia (2008) mengatakan bahwa empati muncul pada tahun kedua dan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Seiring dengan semakin meningkatnya kemampuan anak untuk memilah kondisi mentalnya sendiri, mereka dapat merespon penderitaan anak lain layaknya penderitaan tersebut milik mereka. Sedangkan Hurlock (1999) mengatakan bahwa kemampuan empati mulai muncul pada masa akhir kanak-kanak awal, ketika anak berusia sekitar 6 tahun (Rahmawati, 2014).
Pembelajaran empati pada anak usia dini harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan melalui permainan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Piaget mengatakan bahwa jenis permainan yang sesuai untuk anak usia prasekolah adalah permainan sandiwara (pretend play), yaitu suatu permainan tentang orang dan situasi imajiner. Metode pengajaran yang tepat untuk pembelajaran dengan menggunakan permainan imajiner adalah metode bermain peran. Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (2004) metode bermain peran merupakan metode yang dilakukan dengan cara memperagakan suatu kegiatan secara singkat dengan tekanan utama pada karakter/sifat orang. Ibrahim & Syaodih (2003) menambahkan bahwa metode bermain peran merupakan metode yang digunakan dalam mengajarkan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam hubunfan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat (Rahmawati, 2014).

EMPATI

1.      Pengetian Empati
Goleman (2007) menjelaskan bahwa istilah empati berasal dari bahasa Yunani, yaitu empatheia, yang berarti “ikut merasakan”. Istilah ini pada awalnya digunakan oleh para teoritikus bidang estetika untuk menjelaskan tentang kemampuan memahami pengalaman subjektif orang lain. Pada tahun 1920-an istilah empati dikenalkan kembali dalam bahasa Inggris oleh E. B. Titchener, seorang ahli psikologi Amerika menyatakan bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang (Rahmawati, 2014).
Pendapat lain dikemukakan oleh Batson dan Coke yang mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Hanson (2007) menambahkan bahwa empati merupakan perasaan dan pemahaman atas orang lain. Menurut Koestner dan Franz (1990) kemampuan untuk dapat mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain merupakan persyaratan empati, namun kemampuan ini tidak mengharuskan seseorang untuk secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut. Sedangkan Sears, Fredman, dan Peplau (1991) mengartikan empati sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain (Rahmawati, 2014).

2.      Aspek-aspek Empati
Davis (1983) berpendapat bahwa aspek-aspek empati terdiri dari :
a.      Perspective taking, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan.
b.    Fantasi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau ditonton.
c.   Emphati concern, yaitu perasaan simpati yang berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain.
d.  Personal distress, yaitu kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak menyenangkan (Rahmawati, 2014).

Batson & Coke mengatakan bahwa dalam empati terdapat beberapa aspek yang terdiri dari :
a.       Kehangatan, yaitu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap hangat terhadap orang lain.
b.      Kelembutan, yaitu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain.
c.       Peduli, yaitu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan perhatian terhadap sesama manusia maupun lingkungan di sekitarnya.
d.      Kasihan, yaitu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap iba atau belas kasih terhadap orang lain (Rahmawati, 2014).

Williams, Berard, & Barchard (2005) menjelaskan bahwa aspek empati terdiri dari :
a.  Kegembiraan responsif (responsive joy), yaitu perasaan gembira dan bahagia yang dirasakan oleh individu ketika orang terdekatnya mengalami kegembiraan dan kebahagiaan.
b.    Kepedulian empatik (empathic concern), yaitu perasaan sedih dan duka yang dirasakan oleh individu ketika mengetahui ada orang lain yang kurang beruntung dibandingkan dengan diri sendiri.
c.  Distress responsive (responsive distress), yaitu perasaan tidak nyaman dan merasa terganggu dirasakan oleh individu ketika mengetahui orang lain mengalami masalah (Rahmawati, 2014).

Sumber Bacaan :
Rahmawati, Anayanti. (2014). “Metode Bermain Peran dan Alat Permainan Edukatif untuk Meningkatkan Empati Anak Usia Dini”. Dalam Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 3, No. __, Hlm. 382-392. http://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/view/2875/2670 (Diakses Pada Senin, 28 Desember 2015 Pukul 08.47 WIB)

No comments:

Post a Comment